Mataku berkaca dan nyaris menetesakan air mata. Sesungguhnya aku ingin menangis melihat kesedihan di wajah istriku saat aku pamit pergi beberapa hari. Terlebih lagi ketika melihat senyum kedua anakku yakni si Kakak dan si Abang. Rasanya air mataku pun sudah tak terbendung lagi karena beberapa hari kedepan aku tidak dapat melihat senyumnya. Apalagi saat aku ingin berangkat kerja dia selalu menyalamiku dengan cintanya dan mendoakanku dengan caranya sendiri.
"Papa mau ejja? calam..." begitu ia menyapaku saat aku mulai bersiap-siap berangkat kerja. Dia pun menyodorkan tangannya dan menempelkan jari kelingkingnya di jari kelingkingku lalu kami saling berciuman. Begitu yang kami lakukan setiap hari jika aku berangkat dari rumah ke tempat kerjaku.
Aku menciumi mereka bertiga beberapa kali sebelum aku berangkat hari ini untuk beberapa hari karena ada tugas penting yang harus kujalankan. Papa mau ejja sayang, Kakak jangan nakal iya, jangan banyak jajan, biar batuknya cepat sembuh sayang iya, Abang juga jangan nakal sayang. Jangan main di panas-panas iya" pesanku pada anak-anak sebelum aku berangkat. Kini tiba giliran istriku. "Papa pergi dulu sayang iya. Jaga anak-anak kita mam" lalu mencium keningnya. "Ati-ati dijalan Pa, doa kami smoga selamat dalam perjalanan dan jangan lupa kasi kabar" ujarnya membalas.
Rasanya ingin aku menangis di depan mereka. Terlebih anak-anak saat itu dalam keadaan kurang sehat saat keberangkatanku. Si Kakak lagi batuk, dan adiknya juga. Tadi malam bundanya dibuat begadang olehnya karna batuk di sertai muntah. Namun aku mencoba untuk kuat dan tak ingin menangis di depan mereka. Karna selama ini aku selalu mengajrkan anak-anak untuk tidak menjadi manusia cengeng.
Aku tak kuasa melihat ke belakang saat kakiku kulangkahkan dari halaman rumah. Hatiku berkecamuk dengan kesedihan yang luar biasa saat harus jauh dari kedua anak dan istriku. Aku harus tegar karna keberangkatanku juga demi kehidupan mereka kelak yang lebih baik. Biarlah derita dan kerinduanku ini aku tahan untuk sekian lama. Karna aku tak ingin anak-anak kelak susahnya seperti ayahnya. Oh Tuhan... dihadapMu aku memohon kasihmu. Lindungilah anak dan istriku dan berikan aku kekuatan dalam menjalani hidup yang Engkau cipatakan ini, pintaku dalam doa.
Inikah yang disebut Cinta..??
Tangisku ternyata tak selesai di rumah. Bayangan senyum manis kedua anakku selalu saja menghantui perasaanku. Manakala saat kami bercanda dan tertawa bersama. Saat dia menangis karna aku marah padanya. Ketika dia membangunkanku dari tempat tidur. Oh Tuhan... Kalaulah bukan karna himpitan ekonomi sesungguhnya aku tak rela meninggalkan kedua belahan jiwa dan isteriku. Bayangan ini selalu hadir kendati aku sudah hampir tiba di tempat kerjaku. Belum lagi jika malam tiba.
0 komentar:
Posting Komentar